Minggu, 24 Februari 2019

Anda itu islam apa? nabi anda siapa ?

gambar tidak ditampilkan
Bismillah hirohman niirohim Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh Selamat siang sahabat hati ku semuanya

✅Anda itu islam apa nabi anda siapa

Ketahuilah klo sifat ini bercokol dihati Anda anda berpemahaman islam keturunan
Islam Nenek moyang ,sungguh celaka  Introspeksi diri dan belajarlah
Ada orang bercadar, jenggotan, celana cingrang, diolok olok, dihina, dikucilkan direndahkan ,dighibah dijauhi
👉Cadar dalilnya dari alquran
👉Memanjangkan Jenggot
Rasulullah yang menyuruh
👉Celana cingrang harus klo tidak mau
Akan dicampakkan kedalam
Neraka wal iyadzubillah
👉Tidak percaya hadist hukumnya kafir

✅Dalil cadar
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik hijab.” (QS. Al Ahzab: 53).

✅Dalil jengot
Cukurlah kumis dan biarkanlah
(jangan dicukur) jenggot kalian. Selisihilah orang-orang Majusi.”
(HR. Muslim no. 260)

✅dalil celana diatas mata kaki
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
“Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787)

✅Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman.” (QS. At-Taubah 9: 65-66)

✅Barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan, berarti mereka adalah orang kafir.” (QS. Al-Ma`idah:44)

✅Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir).” (HR. Al-Bukhari no. 6416)

✅Ngapain taruhannya dibakar dijahanam
Hanya untuk dicintai manusia
Gak enak sama tetangga
Maaf daging dan tubuhku gak mampu dan gak kuat masuk neraka
Allahuma ajirna minan nar 3kali

✅Al-Mustaurid bin Syaddad radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ فِي الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ
“Tidaklah dunia bila dibandingkan dengan akhirat kecuali hanya semisal salah seorang dari kalian memasukkan sebuah jarinya ke dalam lautan. Maka hendaklah ia melihat apa yang dibawa oleh jari tersebut ketika diangkat?” (HR. Muslim no. 7126)

✅Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir).” (HR. Al-Bukhari no. 6416)

Semoga bermanfaat
Salam ishoma semoga penuh berkah Aamiin Ya Rabbal alamin
sumber :  Jaka Utama
Share:

JANGAN MENGGUNJINGKAN /MEMBICARAKAN ORANG LAIN

Bismillah hirohman niirohim Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh 


✅Ketika saya dimi’rajkan, saya melewati suatu kaum yang memiliki kuku dari tembaga sedang mencakar wajah dan dada mereka. Saya bertanya: “Siapakah mereka ini wahai Jibril?” Jibril menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (ghibah) dan melecehkan kehormatan mereka.
” (HR Abu Daud (4878). Hadits shahih.)

✅"Allah Azza wa jalla, mencela orang yang suka membicarakan keburukan orang lain.
Jadi diingat ingat ya
Kalau ada orang yang, menjelek jelekkan manusia lainnya,
justru orang yang menjelek jelekan kan itu
Yang buruk kelakuanya

✅Janganlah kalian menggunjingkan satu sama lain. Apakah salah seorang dari kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Bertaqwalah kalian kepada Allah. Sesungguhnya Allah itu Tawwab (Maha Penerima taubat) lagi Rahim (Maha Menyampaikan rahmat).”
(QS Al Hujurat: 12)

✅Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Semua muslim terhadap muslim yang lain adalah harom, yaitu darahnya, kehormatannya, dan hartanya”
. (HR. Muslim)

✅ Wahai orang-orang yang beriman hanya dengan lisannya dan tidak sampai ke hatinya! Janganlah menggunjing kaum muslimin dan jangan mencari-cari kejelekan mereka. Barangsiapa yang mencari-cari kejelekan mereka, Allah akan mencari-cari kejelekannya. Dan barangsiapa yang Allah cari kejelekannya, maka Allah akan membuka kejelekannya di rumahnya sendiri,”
(HR. Ahmad dan Abu Dawud).

✅Allah menjanjikan ampunan walaupun dosa anda seluas bumi,
Manusia terjerumus kedalam dosa dan maksiat, itu wajar, yang tidak wajar, bahagia
Didalam kubangan dosa dan maksiat
Tidak punya niat bertaubat kepada Allah
Kalau kita berbuat dosa dan kesalahan, kewajiban kita, memohon ampunan kepada Allah, "menyesali dosa dosa "
"Banyak istiqfar "
Dan berjanji tidak mengulangi lagi
Jatuh lg kedalam dosa dan maksiat, tobat lg
Istihgfar lagi ,menyesal lagi,dan berbuatlah kebaikan
Untuk menghapus dosa dosa.

✅Dalam hadits qudsi dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman:

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

“Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian engkau tidak berbuat syirik pada-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi itu pula.
” (HR. Tirmidzi no. 3540. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dikatakan oleh Al Hafizh Abu Thohir)

Semoga bermanfaat
Salam fardhu ashar semoga penuh berkah Aamiin Ya Rabbal alamin

Sumber :  Jaka Utama
Share:

Selasa, 15 Januari 2019

10 Sebab Berkurang dan Terhapusnya Dosa

Ibnu Taimiyyah (661 – 728 H = 1263 – 1328 M), dalam Majmu’ Fatawa-nya, tepatnya pada jilid VII mulai halaman 487 sampai halaman 501, menjelaskan bahwa ada 10 sebab yang menjadikan dosa seorang hamba berkurang atau terhapus.

Keterangan yang mirip, namun dalam bentuk yang lebih singkat dan bahkan sepintas lalu, dapat dilihat dalam Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah juga, diantaranya pada: (3 / 230, 406), (4 / 474, 484), (7 / 678), (10 / 6), (11 / 185, 299, 596), (20 / 280, 287), (22 / 305), (24 / 375), (27 / 474, 475) dan pada (35 / 67, 69).

Ringkasan dari apa yang telah dijelaskan oleh Syaikhul Islam tersebut, sedikit uraiannya adalah sebagai berikut:

4 sebab terjadi di dunia dan sebelum seseorang meninggal dunia.
3 sebab setelah seseorang meninggal dunia dan ia berada di alam Barzakh (Kubur).
3 sebab terjadi saat dan setelah hari kiamat.
Empat (4) Sebab Di Dunia dan Sebelum Seseorang Meninggal Dunia

Pertama: Taubat

Ulama bersepakat bahwa jika seseorang melakukan dosa, lalu ia bertaubat, maka, taubatnya ini dapat menghapuskan dosa dan kesalahannya.

Allah SWT berfirman:

قُلْ يَاعِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ (الزمر: 53]

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Az-Zumar: 53).

Kedua: Istighfar

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِيمَا يَحْكِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ، قَالَ: ” أَذْنَبَ عَبْدٌ ذَنْبًا، فَقَالَ: اللهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ، وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ، ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: عَبْدِي أَذْنَبَ ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ، وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ، ثُمَّ عَادَ فَأَذْنَبَ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي، فَقَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: أَذْنَبَ عَبْدِي ذَنْبًا، فَعَلِمَ أَنَّ لَهُ رَبًّا يَغْفِرُ الذَّنْبَ، وَيَأْخُذُ بِالذَّنْبِ، اعْمَلْ مَا شِئْتَ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ “، قَالَ عَبْدُ الْأَعْلَى: لَا أَدْرِي أَقَالَ فِي الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ: «اعْمَلْ مَا شِئْتَ» (متفق عليه: البخاري [7507]، ومسلم [2758]).

Dari Abu Hurairah ra. dari nabi Muhammad saw. yang termasuk dalam riwayat yang diceritakannya dari Tuhan-Nya yang berfirman: «Seorang hamba Allah melakukan suatu dosa, lalu hamba itu berkata: “ya Allah, ampuni untukku dosaku”, maka Allah SWT. berfirman: seorang hamba-Ku melakukan suatu dosa, lalu ia mengetahui bahwa ia mempunyai Tuhan yang mengampuni dan mengambil segala dosa.

Kemudian sang hamba itu kembali berbuat dosa, lalu ia berkata: “Wahai Rabb ku, ampuni untukku dosaku”, maka Allah SWT. berfirman: Seorang hamba-Ku berbuat dosa, lalu ia mengetahui bahwa ia mempunyai Tuhan yang mengampuni dan mengambil segala dosa.

Kemudian sang hamba itu kembali berbuat dosa, lalu ia berkata: “Wahai Rabb ku, ampuni untukku dosaku”, maka Allah SWT. berfirman: Seorang hamba-Ku berbuat dosa, lalu ia mengetahui bahwa ia mempunyai Tuhan yang mengampuni dan mengambil segala dosa.

Allah SWT. berfirman: Silahkan lakukan apa yang engkau kehendaki, sebab, sesungguhnya Aku telah mengampunimu».

Abdul A’la (seorang perawi) berkata: Saya tidak mengetahui: apakah yang ketiga ataukah yang ke-empat Allah berfirman: «lakukan apa saja yang engkau kehendaki». (Hadits muttafaqun ‘alaih: Bukhari [7507] dan Muslim [2758]).

Ketiga: Segala Bentuk Amal Kebaikan

Segala bentuk amal kebaikan mempunyai dampak menghapus, atau minimal mengurangi dosa. Sebagaimana firman Allah SWT:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ اللَّيْلِ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ (هود: 114]

Dan dirikanlah shalat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. (Q.S. Hud: 114).

Tersebut dalam hadits shahih:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يَقُولُ: «الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ» (رواه مسلم [233]).

Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: «shalat lima waktu, Jumu’at ke Jumu’at dan Ramadhan ke Ramadhan, melebur dosa-dosa diantara keduanya, jika dosa-dosa besar dijauhi». (HR. Muslim [233]).

Tiga hal di atas, istilahnya adalah: taubatun auw hasanatun mahiyah, maksudnya: taubat, atau istighfar atau perbuatan-perbuatan baik yang bersifat menghapus atau melebur dosa.

Keempat: Berbagai Musibah yang Menimpa Seorang Mukmin

Tersebut dalam hadits shahih:

عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «مَا مِنْ مُصِيبَةٍ يُصَابُ بِهَا الْمُسْلِمُ، إِلَّا كُفِّرَ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا» (متفق عليه: البخاري [5640] ومسلم [2572]).

Dari ‘Aisyah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: «Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seorang muslim, kecuali dengannya Allah SWT. menghapus dosa-dosa darinya, termasuk duri yang menusuknya» (Hadits Muttafaqun ‘alaih: Bukhari [5640] dan Muslim [2572]).

Tersebut dalam hadits shahih:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الخُدْرِيِّ، وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا – عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ، حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ» (رواه البخاري [5641]).

Dari Abu Sa’id al-Khudri ra. dan Abu Hurairah ra. dari nabi Muhammad SAW, beliau bersabda: «Tidak ada sesuatu apa pun yang menimpa seorang muslim, baik berupa rasa capek (kelelahan), sakit, duka menghadapi masa depan, kesedihan atas apa yang terjadi di masa lalu, segala yang menyakitkan dan segal hal yang membuat sesak dan sempit hati, termasuk duri yang menusuk dirinya, kecuali, dengannya, Allah SWT. akan menghapus berbagai dosa muslim tadi». (HR. Bukhari [5641]).

Hal yang keempat ini istilahya adalah mashaibu mukaffirotun, atau musibah-musibah yang menghapus atau mengurangi berbagai dosa.

Tiga (3) Sebab Pengurang atau Penghapus Dosa Setelah Seseorang Meninggal Dunia dan Atau Ia Berada di Alam Barzakh (Alam Kubur), yaitu:

Kelima: Do’a dan Istighfar dari Seorang Mukmin Untuk Saudaranya

Sebenarnya, point ini bisa dimasukkan ke dalam kategori pertama. Namun, karena hal ini tetap berlaku setelah seseorang meninggal dunia dan ia berada di alam kubur, maka, ia dimasukkan ke dalam kategori ini.

Termasuk dalam point ini adalah:

Shalat jenazah dan do’a orang-orang beriman untuk seorang mukmin yang telah meninggal dunia.
عَنْ عَائِشَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهَا – ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «مَا مِنْ مَيِّتٍ تُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يَبْلُغُونَ مِائَةً، كُلُّهُمْ يَشْفَعُونَ لَهُ، إِلَّا شُفِّعُوا فِيهِ» (رواه مسلم [947]

Dari ‘Aisyah ra. dari nabi saw. beliau bersabda: «Tidak ada seorang mayit pun yang dishalati oleh sekumpulan orang Islam yang jumlahnya mencapai 100 orang, yang semuanya memberi syafaat untuknya, kecuali syafaat mereka terhadap si mayyit itu akan diterima». (HR. Muslim [947]).

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا – قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، يَقُولُ: «مَا مِنْ رَجُلٍ مُسْلِمٍ يَمُوتُ، فَيَقُومُ عَلَى جَنَازَتِهِ أَرْبَعُونَ رَجُلًا، لَا يُشْرِكُونَ بِاللهِ شَيْئًا، إِلَّا شَفَّعَهُمُ اللهُ فِيهِ» (رواه مسلم [948]

Dari Ibnu Abbas ra. ia berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: «Tidak ada seorang muslim yang meninggal dunia, lalu jenazahnya dishalati oleh 40 orang yang tidak menyekutukan sesuatu apa pun dengan Allah SWT, kecuali Allah SWT menerima syafaat 40 orang itu terhadap si mayyit». (HR. Muslim [948]).

Do’a dan Istighfar orang beriman untuk sesama orang beriman, meskipun tidak dalam shalat jenazah. Oleh karena itu, banyak sekali do’a-do’a dalam Al-Qur’an, dan juga dalam hadits, yang sebagian maknanya adalah mendo’akan sesama orang beriman.
Tersebut dalam hadits:

عَنْ صَفْوَانَ وَهُوَ ابْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ صَفْوَانَ، وَكَانَتْ تَحْتَهُ الدَّرْدَاءُ، قَالَ: قَدِمْتُ الشَّامَ، فَأَتَيْتُ أَبَا الدَّرْدَاءِ فِي مَنْزِلِهِ، فَلَمْ أَجِدْهُ وَوَجَدْتُ أُمَّ الدَّرْدَاءِ، فَقَالَتْ: أَتُرِيدُ الْحَجَّ الْعَامَ، فَقُلْتُ: نَعَمْ، قَالَتْ: فَادْعُ اللهَ لَنَا بِخَيْرٍ، فَإِنَّ النَّبِيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – كَانَ يَقُولُ: «دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ، قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ: آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ» (رواه مسلم [2733]).

Dari Shafwan bin Abdillah bin Shafwan, di mana Ad-Darda’, putri Abud-Darda’, adalah istrinya, ia berkata: “Saya datang ke Syam, lalu saya mendatangi Abud-Darda’ di rumahnya, namun saya tidak menemukannya, dan saya menemui Ummud-Darda’, maka ia berkata: ‘apakah engkau hendak berhaji tahun ini?’. Maka saya menjawab: ‘ya’. Maka Ummud-Darda’ berkata: ‘Kalo begitu, berdoalah kepada Allah SWT untuk kebaikan kami, sebab Rasulullah saw. bersabda: «Do’a seorang muslim untuk kebaikan saudaranya dengan tanpa sepengetahuannya adalah do’a yang diijabah Allah SWT, di sisi kepala orang yang berdo’a itu ada malaikat yang khusus bertugas untuk itu, maka, setiap kali seorang muslim mendo’akan saudaranya dengan suatu kebaikan, malaikat yang bertugas khusus itu berkata: “amin, dan untukmu hal yang sama yang kamu do’akan untuk saudaramu”». (HR Muslim [2733]).

Keenam: Amal Kebaikan Yang Dilakukan oleh Orang Beriman yang Masih Hidup Untuk Kebaikan Orang yang Sudah Meninggal Dunia.

Ada beberapa hadits yang secara sharih (terang) menjelaskan bahwa ada beberapa amal kebaikan yang dilakukan oleh orang beriman yang masih hidup yang bermanfaat bagi orang yang sudah meninggal dunia, sehingga hal ini seperti halnya dengan hasanatun mahiyah yang telah dijelaskan pada point ketiga di atas.

Diantara hadits-hadits dan amal-amal yang bermanfaat bagi si mayyit adalah:

Sedekah dan yang semakna dengan sedekah, misalnya: berkurban. Maksudnya, sedekah atau yang semakna dengannya, yang dilakukan oleh orang yang masih hidup atas nama orang yang sudah meninggal dunia.
عَنْ عَائِشَةَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا – : أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : إِنَّ أُمِّي افْتُلِتَتْ نَفْسُهَا، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، فَهَلْ لَهَا أَجْرٌ إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ» (متفق عليه: البخاري [1388]، ومسلم [1004]).

Dari ‘Aisyah ra. bahwasanya seorang lelaki bertanya kepada nabi saw. : “sesungguhnya ibuku meninggal dunia, dan saya menduga seandainya ia berbicara, ia akan bersedekah, lalu, apakah ia (ibuku) mendapatkan pahala jika aku bersedekah atas namanya? Rasulullah saw. bersabda: «ya». (Hadits muttafaqun ‘alaih: Bukhari [1388] dan Muslim [1004]).

Berpuasa, maksudnya, berpuasa atas nama seseorang yang meninggal dunia dan orang yang meninggal dunia itu mempunyai hutang berpuasa.
عَنْ عَائِشَةَ، رَضِيَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ: «مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ» (متفق عليه: البخاري [1952]، ومسلم [1147]).

Dari ‘Aisyah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: «Siapa yang meninggal dunia, dan ia mempunyai hutang berpuasa, maka walinya mengganti berpuasa atas nama yang meninggal dunia itu» (Hadits muttafaqun ‘alaih: Bukhari [1952] dan Muslim [1147]).

Haji, maksudnya, berhaji atas nama seseorang yang sudah meninggal dunia.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُرَيْدَةَ، عَنْ أَبِيهِ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ: بَيْنَا أَنَا جَالِسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ، إِذْ أَتَتْهُ امْرَأَةٌ، فَقَالَتْ: … يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُ كَانَ عَلَيْهَا صَوْمُ شَهْرٍ، أَفَأَصُومُ عَنْهَا؟ قَالَ: «صُومِي عَنْهَا» قَالَتْ: إِنَّهَا لَمْ تَحُجَّ قَطُّ، أَفَأَحُجُّ عَنْهَا؟ قَالَ: «حُجِّي عَنْهَا» (رواه مسلم [1149]).

Dari Abdillah bin Buraidah, dari ayahnya (Buraidah) ra. ia berkata: Selagi kami duduk di sisi Rasulullah saw. tiba-tiba datanglah seorang perempuan, lalu ia bertanya: … “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku mempunyai hutang puasa selama satu bulan, apakah aku dapat menggantikan berpuasa atas namanya?”. Rasulullah saw. bersabda: «berpuasalah atas namanya». Perempuan itu bertanya lagi, “dan ibuku belum pernah berhaji sama sekali, apakah aku dapat berhaji atas namanya?” Rasulullah saw. bersabda: «berhajilah atas namanya». (HR. Muslim [1149]).

Ketujuh: Segala yang terjadi di Alam Kubur, baik yang berupa fitnah kubur, adzab kubur dan sebagainya. Semua ini juga bersifat mengurangi atau menghapus dosa. Hal ini mirip dengan berbagai musibah yang menimpa seorang muslim saat dia masih hidup di dunia.

Tiga (3) Sebab Pengurang atau Penghapus Dosa Yang Terjadi Saat dan Setelah Kiamat. Yaitu:

Kedelapan: Hari Kiamat dengan segala kedahsyatannya.

Kesembilan: Syafa’at Nabi Muhammad saw. Juga syafa’at pihak-pihak yang diijinkan oleh Allah SWT untuk memberi syafa’at. Istilahnya adalah syafa’atun maqbulatun (syafa’at yang diterima).

Tersebut dalam hadits:

عَنْ أَنَسٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «شَفَاعَتِي لِأَهْلِ الكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِي»: (حديث صحيح رواه أحمد [13222] وأبو داود [4739]، والترمذي [2435] وقال الترمذي: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الوَجْهِ).

Dari Anas ra. ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: «Syafa’atku (juga) berlaku bagi para pelaku dosa besar dari umatku». (Hadits shahih diriwayatkan oleh Ahmad [13222], Abu Daud [4739] dan At-Tirmidzi [2435] dan At-Tirmidzi berkata: “Hadits ini adalah hadts hasan shahih gharib dari arah ini”.

Kesepuluh: Rahmat, Pemaafan dan Pengampunan Allah SWT yang murni karena kemurahan, kebijaksanaan dan anugrah dari Allah SWT.
Share:

Minggu, 09 Desember 2018

BALASAN BAGI PARA PELAKU BID’AH

Hasil gambar untuk pelaku bid'ahSungguh rugi di dunia dan di akhirat bagi para pelaku bid’ah. Di dunia rugi karena mereka melakukan amalan-amalan bid’ahnya tidak terlepas dari pengorbanan waktu dan tenaga bahkan biaya yang tidak sedikit yang mereka keluarkan untuk membiayai acara-acara bid’ah mereka. Padahal apabila biaya yang mereka keluarkan digunakan untuk membiayai syi’ar Islam yang di syari’atkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, maka tentu saja mereka akan mendapatkan keuntungan berupa balasan pahala. Selain rugi di dunia, mereka juga akan mengalami kerugian di akhirat kelak, karena mereka telah melakukan kesesatan dalam agama. Mereka mendekatkan diri (taqorrub ilallah) dengan cara-cara yang tidak di syari’atkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
.
Manusia yang berakal ketika beribadah kepada Allah Ta’ala yang di harapkan tentu saja adalah balasan pahala yang melimpah. Tidak ada orang yang beribadah menghendaki kesia-sia’an. Oleh karena itu hendaklah manusia beribadah sesuai dengan yang di syari’atkan. Tidak membuat-buat syari’at baru yang tidak di ajarkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Karena apabila beribadah dengan cara-cara yang tidak di syari’atkan, maka bukan pahala yang akan di peroleh tapi justru akan mendapatkan kerugian. Amalan mereka para pelaku bid’ah akan tertolak. Sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan :
.
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
.
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu hal yang baru dalam perkara kami ini yang tidak ada (perintahnya dari kami) maka tertolak“. (H.R al-Bukhari dan Muslim).
.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
.
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْه ِأَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
.
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada perintah kami, maka tertolak”. (H.R Muslim).
.
Dan lebih dari itu, selain amalan mereka di tolak juga akan mendapatkan adzab neraka sebagai akibat dari kesesatannya.
.
• Akibat Buruk dari Bid’ah
.
Dalam beberapa kesempatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan umatnya untuk tidak berbuat bid’ah. Karena bid’ah adalah kesesatan.
.
Diantara peringatannya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
.
وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
.
“Dan sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan setiap bid’ah adalah sesat”. (HR. Muslim no. 867).
.
Tidaklah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan dan melarang suatu perkara, kalau bukan perkara tersebut mendatangkan banyak keburukan. Dan berikut ini beberapa akibat buruk dari prilaku bid’ah berdasarkan keterangan dari Allah Ta’ala dan Rasul-Nya,
.
1. Pelaku bid’ah akan mendapatkan laknat Allah Ta’ala.
.
Pelaku bid’ah yang dimaksud adalah mereka yang gemar melakukan kebid’ahan, bukan mereka yang tidak sengaja berbuat bid’ah. Maka balasan bagi mereka adalah laknat dari Allah Ta’ala. Sebagaimana yang di sabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
.
مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
.
“Barangsiapa yang berbuat bid’ah atau melindungi/membantu pelaku bid’ah, maka baginya laknat Allah, para malaikat-Nya dan seluruh manusia”. (HR Bukhary,1870 dan Muslim, 1370).
.
Sungguh rugi para pelaku bid’ah, padahal mereka beribadah mengharapkan pahala, akan tetapi malah justru mendapatkan laknat.
.
2. Pelaku bid’ah akan semakin jauh dari Allah Ta’ala.
.
Tujuan dari ibadah adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala (taqorrub ilallah). Namun dengan berbuat bid’ah justru malah sebaliknya akan menjadikan jauh dari Allah Ta’ala.
.
Sebagaimana yang di riwayatkan dari Ayyub As-Sikhtiyani, salah seorang tokoh tabi’in, bahwa beliau mengatakan :
.
مَا ازْدَادَ صَاحِبُ بِدْعَةٍ اِجْتِهَاداً، إِلاَّ ازْدَادَ مِنَ اللهِ بُعْداً – (حلية الأولياء، ج 1/ص 392).
.
“Semakin giat pelaku bid’ah dalam beribadah, semakin jauh pula ia dari Allah”. (Hilyatul Auliya’, 1/392).
.
3. Pelaku bid’ah terhalang untuk mendapatkan syafa’at.
.
Pada sa’at menghadapi beratnya keada’an di hari kiamat nanti, semua manusia membutuhkan syafa’at untuk menghilangkan penderita’an. Namun celaka bagi para pelaku bid’ah, mereka justru akan di usir dan tidak akan mendapatkan syafa’at.
.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
.
أَلَا وَإِنَّ أَوَّلَ الْخَلَائِقِ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلَام أَلَا وَإِنَّهُ سَيُجَاءُ بِرِجَالٍ مِنْ أُمَّتِي فَيُؤْخَذُ بِهِمْ ذَاتَ الشِّمَالِ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِي فَيُقَالُ إِنَّكَ لَا تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ – (متفق عليه).
.
“Sesungguhnya manusia pertama yang diberi pakaian pada hari kiamat ialah Ibrahim ‘alaihissalam. Ingatlah, bahwa nanti akan ada sekelompok umatku yang dihalau ke sebelah kiri, maka kutanyakan : Ya Rabbi, mereka adalah sahabatku ? Akan tetapi jawabannya ialah : Kamu tidak tahu yang mereka ada-adakan sepeninggalmu”. (Muttafaq ‘Alaih).
.
4. Pelaku bid’ah akan menanggung dosa orang yang mengikutinya.
.
Kecelaka’an lainnya dari para pelaku bid’ah adalah di bebankannya kepada mereka sebagian dari dosa-dosa orang-orang yang di sesatkannya.
.
– Allah Ta’ala berfirman :
.
لِيَحْمِلُوا أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ
.
“(ucapan mereka) Menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan)”. (QS. An-Nahl: 25).
.
– Allah Ta’ala juga berfirman :
.
وَلَيَحْمِلُنَّ أَثْقَالَهُمْ وَأَثْقَالا مَعَ أَثْقَالِهِمْ وَلَيُسْأَلُنَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَمَّا كَانُوا يَفْتَرُونَ
.
“Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban (dosa yang lain) di samping beban-beban mereka sendiri, dan sesungguhnya mereka akan ditanya pada hari kiamat tentang apa yang selalu mereka ada-adakan”. (QS. Al-Ankabut: 13).
.
Imam Mujahid berkata : “Mereka memikul beban-beban dosa mereka, dan dosa-dosa orang yang menta’ati mereka, dan hal itu tidak meringankan siksa terhadap orang yang menta’ati mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir, QS. Al-Ankabut: 13).
.
Ayat-ayat di atas di tujukan kepada orang-orang kafir namun hakekatnya di tujukan kepada siapapun secara umum. Yaitu mereka yang menyesatkan manusia, maka akan menanggung sebagian dari dosa-dosa orang-orang yang di sesatkannya.
.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
.
وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مثلُ آثَامِ مَنِ اتَّبَعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ من آثامهم شيئًا
.
“Dan barang siapa yang menyeru kepada kesesatan, dia akan mendapatkan dosanya semisal dengan dosa orang-orang yang mengikuti jejaknya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun”. (HR. Muslim no 1017).
.
5. Pelaku bid’ah sangat sulit untuk bertaubat.
.
Masih beruntung bagi setiap manusia ketika melakukan perbuatan dosa kemudian menyadari dan bertaubat lalu meninggalkan perbuatan-perbuatan dosanya. Namun ternyata para pelaku bid’ah mereka akan sangat sulit untuk bertaubat.
.
– Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
.
إِنَّ اللهَ حَجَزَ التَّوْبَةَ عَنْ كُلِّ صَاحِبِ بِدْعَةٍ – (رواه أبو الشيخ والطبراني والبيهقي وغيرهم).
.
“Sesungguhnya Allah mencegah setiap pelaku bid’ah dari taubat”. (H.R. Abu Syaikh dalam Tarikh Ashbahan, At Thabrani dalam Al Mu’jamul Ausath, Al Baihaqy dalam Syu’abul Iman dan lainnya).
.
– Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
.
وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ فِي أُمَّتِي أَقْوَامٌ تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ الْأَهْوَاءُ كَمَا يَتَجَارَى الْكَلْبُ بِصَاحِبِهِ لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلَا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ وَاللَّهِ يَا مَعْشَرَ الْعَرَبِ لَئِنْ لَمْ تَقُومُوا بِمَا جَاءَ بِهِ نَبِيُّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَغَيْرُكُمْ مِنْ النَّاسِ أَحْرَى أَنْ لَا يَقُومَ بِهِ – (رواه أبو داود وأحمد وغيرهما بسند حسن).
.
“Nanti akan muncul pada umatku sekelompok orang yang kerasukan bid’ah dan hawa nafsu sebagaimana anjing kerasukan rabies, tak tersisa satu pun dari urat dan sendinya melainkan telah kerasukan”. (H.R. Abu Dawud no 4597).
.
Para pelaku bid’ah di gambarkan dalam hadits di atas seperti anjing yang terkena penyakit rabies. Maksudnya sangat sulit anjing yang terkena penyakit rabies tersebut untuk di sembuhkan.
.
– Imam Sufyan Ats-Tsaury rahimahullah (w. 161 H) berkata :
.
اَلْبِدْعَةُ أَحَبُّ إِلَى إِبْلِيْسَ مِنَ الْمَعْصِيَةِ وَالْمَعْصِيَةُ يُتَابُ مِنْهَا وَالْبِدْعَةُ لاَ يُتَابُ مِنْهَا
.
“Perbuatan bid’ah lebih dicintai oleh iblis daripada kemaksiatan. Dan pelaku kemaksiatan masih mungkin ia untuk bertaubat dari kemaksiatannya, sedangkan pelaku kebid’ahan sulit untuk bertaubat dari kebid’ahannya”. (Riwayat al-Lalika-i dalam Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah, no. 238).
.
Sulitnya para pelaku bid’ah untuk bertaubat, dan kemudian meninggalkan amalan-amalan atau acara-acara bid’ahnya, karena mereka meyakini bahwa bid’ah-bid’ah yang di lakukannya sebagai amal ibadah.
.
Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata : “Ahlul bid’ah tidak akan bertaubat selama ia menilai bahwa itu merupakan amalan yang baik. Karena taubat berpijak dari adanya kesadaran bahwa perbuatan yang dilakukan itu buruk. Sehingga dengan itu ia bisa bertaubat darinya. Jadi, selama perbuatan itu dianggap baik padahal pada hakikatnya jelek, maka ia tidak akan bertaubat dari perbuatan tersebut. Akan tetapi taubat adalah sesuatu yang mungkin (dilakukan) dan terjadi, yaitu jika Allah Subhanahu wata’ala memberikan hidayah dan bimbingan kepadanya hingga ia dapat mengetahui kebenaran”. (At Tuhfatul Iraqiyyah, Syaikhul Islam ibnu Taimiyah).
.
Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali berkata : ”Rujuknya ahli bid’ah dari kesesatannya adalah hal yang paling sulit bagi mereka, karena mereka menganggap bahwa bid’ah yang mereka lakukan adalah bagian dari agama, mereka bertaqarrub kepada Allah dengan bid’ah tersebut. Ini yang mendorong mereka sulit bertaubat, menentang dan bahkan sombong”. (Fadhilatus Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al Madkhali-Twit Ulama).
.
Bagaimana para pelaku bid’ah punya keinginan untuk bertaubat, sementara bid’ah-bid’ah yang di lakukannya di yakini sebagai ibadah.
.
Bukankah taubat itu berawal dari kesadaran, bahwa apa yang dilakukannya sebagai perbuatan dosa ?, sementara para pelaku bid’ah memandang segala rupa bid’ah yang di lakukannya sebagai amal saleh untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
.
6. Pelaku bid’ah akan di usir dari telaga Al-Haud pada hari kiamat.
.
Pada hari kiamat manusia akan di giring dan di kumpulkan di Mauqif (Padang mahsyar). Sa’at itu manusia mengalami penderita’an yang berat sesuai dengan amal buruk yang mereka lakukan di dunia. Pada sa’at itu Allah Ta’ala menyediakan telaga (Al-Haudh) kepada setiap para Nabi supaya umatnya bisa minum dari setia telaga tersebut untuk menghilangkan penderita’an mereka.
.
Telaga yang diperuntukkan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam airnya lebih putih daripada susu, lebih manis dari madu, lebih harum daripada minyak kesturi, panjang dan lebarnya sejauh perjalanan sebulan, bejana-bejananya seindah dan sebanyak bintang di langit. Maka kaum Mukminin dari ummat beliau akan meminum seteguk air dari Al-Haudh (telaga) ini, maka ia tidak akan merasa haus lagi setelah itu selamanya.
.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
.
عَبْدُ اللهِ بْنُ عَمْرٍو قَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم حَوْضِي مَسِيرَةُ شَهْرٍ مَاؤُهُ أَبْيَضُ مِنَ اللَّبَنِ وَرِيحُهُ أَطْيَبُ مِنَ الْمِسْكِ وَكِيزَانُهُ كَنُجُومِ السَّمَاءِ مَنْ شَرِبَ مِنْهَا فَلاَ يَظْمَأُ أَبَدًا
.
“Airnya lebih putih dari susu, aromanya lebih harum dibandingkan minyak misik. Bejananya bagaikan bintang-bintang di langit. Barang siapa minum darinya; niscaya ia tidak akan pernah merasa dahaga selamanya”. (HR. Bukhari no: 7579 dan Muslim no: 2292).
.
Itulah telaga (Al-Haud) yang di peruntukkan untuk umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun ternyata tidak semua umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dapat minum di telaga tersebut. Ada sebagian dari umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang justru akan di usir supaya menjauh. Diantara mereka yang di usir adalah para pelaku bid’ah.
.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
.
أَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا – (رواه مسلم وابن ماجه وأحمد)
.
“Aku akan mendahului kalian menuju telaga. Sungguh, akan ada beberapa orang yang dihalau dari telagaku sebagaimana dihalaunya onta yang kesasar. Aku memanggil mereka : “Hai datanglah kemari…!” namun dikatakan kepadaku : “Mereka telah mengganti-ganti (ajaranmu) sepeninggalmu”. Maka kataku : “Menjauhlah kesana… menjauhlah kesana (kalau begitu)”. (HR. Muslim no 249, Ibnu Majah no 4306).
.
Begitulah keada’an mereka para pelaku bid’ah di Padang Mahsyar. Sa’at mereka menderita menahan dahaga dan ketika hendak minum dari Telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka di halau seperti unta.
.
5. Pelaku bid’ah dikhawatirkan akan mati dalam keada’an Suu’ul Khatimah.
.
Ketika seorang manusia tutup usia, sangat penting baginya mati dalam keada’an baik (khusnul khotimah). Dan apabila sebaliknya, yaitu mati dalam keada’an buruk, sedang bermaksiat kepada Allah Ta’ala (suu’ul khotimah) maka kecelaka’an yang akan menimpa baginya.
.
Para pelaku bid’ah adalah orang-orang yang bermaksiat kepada Allah Ta’ala. Mereka seolah-olah merasa tidak puas dengan syari’at yang sudah di tetapkan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya, padahal agama Islam sudah sempurna. Sehingga mereka membuat cara-cara baru dalam ibadah yang tidak pernah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya ajarkan. Dan mereka menganggap segala macam yang mereka ada-adakannya sebagai bentuk sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala (taqorrub ilallah). Maka sangat dikhawatirkan bagi mereka mati dalam keada’an sedang bermaksiat (suu’ul khotimah) yaitu menyelisihi Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
.
6. Wajah pelaku bid’ah akan menghitam di hari kiamat.
.
Wajah umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kelak di hari kiamat akan putih berseri-seri. Namun tidak demikian dengan wajah para pelaku bid’ah, wajah mereka hitam legam.
.
Allah Ta’ala berfirman :
.
يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ
.
“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula yang hitam muram”. (QS. Ali ‘Imran: 106).
.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma menafsirkan ayat ini dengan mengatakan,
.
يَعْنِي: يَوْمَ الْقِيَامَةَ، حِيْنَ تَبْيَضُّ وُجُوْهُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَتَسْوَدُّ وُجُوْهُ أَهْلِ الْبِدْعَةِ وَالُفُرُقَة -ِ {تفسير ابن كثير – (ج 2 / ص 92)}.
.
“Yaitu : hari kiamat, ketika wajah ahlussunnah wal jama’ah putih berseri, sedangkan wajah ahlul bid’ah wal furqah hitam legam”. (Tafsir Ibnu Katsier, 2/92. Oleh Abul Fida’ Ibnu Katsier, tahqiq: DR. Sami Muhammad Salamah, cet.2, th. 1420/1999, Daarut Taybah).
.
7. Pelaku bid’ah dikhawatirkan terjerumus ke dalam kekafiran
.
Para ulama dari dahulu sampai sa’at ini berbeda pendapat tentang kafir tidaknya sejumlah firqah ahlul bid’ah, seperti khawarij, qadariyyah dan yang lainnya. Hal ini didukung oleh dhahir ayat yang berbunyi :
.
إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
.
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka”. (QS. Al An’am: 159).
.
Diantara mereka ada yang jelas-jelas mengkafirkan firqah bid’ah tertentu seperti batiniyyah dan yang lainnya. Jika ada ulama yang berselisih tentang suatu perkara, apakah ia dihukumi kafir atau tidak ? Tentunya setiap orang yang berakal akan merinding untuk ditempatkan di persimpangan yang sarat marabahaya seperti ini. Siapa yang rela kalau ada orang yang mengatakan kepadanya : “Sesungguhnya para ulama berselisih pendapat mengenaimu; apakah kamu telah kafir, atau sekedar sesat ?” Atau yang mengatakan : “Sesungguhnya ada sebagian ulama yang mengkafirkan kamu dan menganggap darahmu halal…?!” tentunya tak seorang pun mau dikatakan seperti itu. (Mukhtasar Al I’tisham, hal 38).
.
Itulah beberapa akibat buruk dari melakukan kebid’ahan. Alangkah berat dan menghinakan balasan yang akan diperoleh oleh para pelaku bid’ah, sungguh sudah selayaknya mereka renungkan amalan dan acara-acara bid’ah yang selalu mereka kerjakan. Cukuplah dengan syari’at yang sudah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan. Karena tidak ada satupun cara yang akan bisa menyampaikan menuju surga melainkan semuanya sudah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan kepada umatnya.
.
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
.
مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنْ الْجَنَّة وَيُبَاعِدُ مِنْ النَّار إِلَّا وَقْدٌ بَيْنَ لَكُمْ
.
“Tidak tersisa suatu (amalan) pun yang dapat mendekatkan kepada surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali sudah dijelaskan semuanya kepada kalian”. (HR. Thobroni dalam Al Mu’jamul Kabir 1647).

Semoga bermanfa’at.


با رك الله فيكم


sumber :https://agussantosa39.wordpress.com/category/04-bidah/02-memahami-bidah/
.
Share:

Minggu, 02 Desember 2018

Khurofat Demonstrasi

Hasil gambar untuk demo picBelakangan ini demonstrasi sudah bisa dikatakan sangat lumrah di negara kita. Banyak orang mengatakan bahwa “demonstrasi” adalah bagian dari amar makruf nahi munkar, sehingga seolah-olah menjadi hal yang harus dilakukan. Namun kita harus melihat dari kacamata syar’i apakah benar demonstrasi yang dinamakan oleh pemujanya sebagai metode amar ma’ruf nahi munkar merupakan manhaj (cara beragama) Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, ataukah sesuatu yang harus diluruskan? Dan ketahuilah, tidaklah nama yang indah itu akan merubah hakikat sesuatu yang buruk, walau dibumbui dengan label Islami.
Metode Nabi Dalam Ber-Amar Ma’ruf

Rasulullah bersabda, “Agama adalah nasihat” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya,  para pemimpin kaum muslimin serta orang-orang awamnya.” (HR. Muslim no.55) Perhatikanlah saudaraku, agama kita mensyariatkan untuk memberi nasihat. Namun tidaklah nasihat tersebut disampaikan kecuali dengan cara yang baik, tidak dengan membuka aib penguasa. Simaklah baik-baik sabda Rasulullah shallollahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang hendak menasihati pemerintah dengan suatu perkara maka janganlah ia tampakkan di khalayak ramai. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa (raja) dengan empat mata. Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau tidak, maka sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya. Dosa bagi dia dan pahala baginya (orang yang menasihati)” (Shahih, riwayat Ahmad, Al Haitsami dan Ibnu Abi Ashim) Saudaraku, apakah seseorang dapat menerima saranmu dengan baik jika engkau jelek-jelekkan serta kau umbar aibnya di depan umum? Bagaimana jika kejengkelan hatinya telah mendahului nasihatmu?
Jatuh Dalam Riba yang Paling Mengerikan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya riba yang paling mengerikan adalah mencemarkan kehormatan seorang muslim tanpa alasan” (Shahih, riwayat Abu Dawud dan Ahmad). Kehormatan seorang muslim adalah haram, sedangkan dalam demonstrasi ini tidak jarang akan engkau temukan berbagai macam pelecehan kehormatan seorang muslim dengan mencelanya.
Fitnah Wanita dan Ikhtilath

Hampir di setiap gerakan massa diwarnai dengan hadirnya kaum wanita di jalan-jalan. Hal ini jelas bertentangan dengan syariat islam, karena Allah melarang wanita untuk keluar dari rumahnya kecuali dengan alasan yang syar’i. Selain itu, hal ini akan menimbulkan ikhtilath (campur baur) antara pria dan wanita yang bukan mahramnya secara terang-terangan! Maka cukuplah sabda Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini bagi mereka. Dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Rasulullah bersabda, “Tinggalkanlah olehmu bercampur baur dengan kaum wanita!” (HR. Bukhari).
Tasyabbuh (Meniru) Dengan Kaum Kuffar

Demonstrasi adalah produk barat yang jelas-jelas menganut sistem kuffar. Maka tidak pantas bagi seorang muslim untuk memasang label ‘islami’ karena memang Islam tidak mengajarkan cara seperti ini. Atau bahkan meyakininya sebagai metode dakwah yang islami. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa meniru suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud).

Ketahuilah sidang pembaca yang budiman, sesungguhnya Islam tidak akan menang dengan cara yang menyelisihi syariat, namun Islam akan menang dengan cara yang benar yang dibangun di atas aqidah yang benar, dan jalan yang telah ditunjukkan Nabi Muhammad. Maka sesungguhnya kebahagiaan dan keselamatan adalah dengan mengikuti Rasul, bukan dengan menyelisihi beliau.

***

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/213-khurofat-demonstrasi.html

Share:

Kerusakan Demonstrasi

Hasil gambar untuk demo picBagaimanakah kerusakan demonstrasi?

Semakin anarki aksi demo belakangan ini untuk menyampaikan keluhan kenaikan harga BBM. Kerusuhan di mana-mana terjadi. Bandara diblokir, jalanan jadi macet, aparat dan mahasiswa pun saling serang. Tidak ada yang mau merenungkan bagaimana dampak buruk dari demo itu sendiri. Dari pandangan Islam sendiri, demo merupakan tanda seseorang keluar dari ketaatan pada penguasa. Padahal dalam Islam diajarkan, kita tetap harus mentaati penguasa meskipun ia zholim dan fasik. Jika ingin menasehati penguasa pun, Islam memiliki aturan, yaitu sampaikanlah aspirasi dengan cara yang baik dan yang mudah diterima adalah dengan empat mata.
Kerusakan Duniawi dari Demonstrasi

Dari berita yang kami peroleh mengenai demo BBM yang saat ini lagi merebak, didapati kerusakan akibat demonstrasi adalah sebagai berikut:

“Tadi pesawat Wings Air sudah hampir mendarat, tetapi kemudian berbelok ke arah lain karena melihat ada massa yang membakar ban dan kayu di landasan pacu, seluruh penumpang tadi panik,” kata salah seorang penumpang Wings Air, Popi. (Sumber: Antaranews.com)

Kerusakan Bandara Babullah Ternate mencapai ratusan juta rupiah, akibat para pengunjuk rasa (demonstran) masuk ke bandara tersebut, Rabu (28/3), melakukan pemblokiran landas pacu dan pengrusakan fasilitas bandara ini. (Sumber: Gatra.com)

Puluhan buruh kembali menggelar aksi, Rabu (21/3). Mereka turun ke jalan hingga sebabkan kemacetan di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara. Buruh dari Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI) menggelar demonstrasi. Dengan mengenakan kaos warna merah dan mengibarkan bendera, mereka berkonvoi menuju kantor walikota Jakarta Utara. (Sumber: Repulika.co.id)

Sebanyak 15 orang korban bentrokan pada unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)  di depan Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, dilarikan ke instalasi gawat darurat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Selasa (27/3). (Sumber: Tvonenews.tv)

Seorang wartawan media cetak Ibu Kota, Rizky Sulistyo, terlibat bentrok dengan aparat saat betugas di depan Stasiun gambir.  “Saya lagi foto kebetulan dapat momen pas polisi ngejar dan sempat memukul beberapa mahasiswa, Polisi teriak dan gue langsung dikerumunin sama 10 orang Polisi,” ujar Rizky seperti dikutip dari tribunnews.

Demonstrasi yang terus menerus menyebabkan investor perlu memerhatikan segi keamanan dan stabilitas politik. Unjuk rasa mencitrakan Indonesia bukan negara yang aman untuk berinvestasi. “Mereka akan lihat, setelah sebulan dua bulan, apakah situasi bisa dilakukan recovery sehingga kembali normal,” ujarnya. (Sumber: Republika.co.id)

Lihatlah bagaimana aksi demo bisa memberikan dampak negatif: bandara udara kena imbasnya, kerugian bisa sampai ratusan juta rupiah hanya akibat demo, jalanan macet, orang sulit beraktivitas, korban jiwa berjatuhan, dan akibatnya pun merembet sampai larinya investor yang bisa mempengaruhi ekonomi negeri kita.
Demonstrasi dalam Pandangan Islam[1]

Pertama: Demonstrasi yang brutal maupun dengan cara damai telah terang-terangan menandakan keluar dari ketaatan pada penguasa. Melakukan pembangkangan dari ketaatan kepada penguasa adalah haram dengan kesepakatan para ulama. Imam Nawawi rahimahullah berkata,

وَأَمَّا الْخُرُوج عَلَيْهِمْ وَقِتَالهمْ فَحَرَام بِإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِينَ ، وَإِنْ كَانُوا فَسَقَة ظَالِمِينَ.

“Adapun keluar dari ketaatan pada penguasa dan menyerang penguasa, maka itu adalah haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama, walaupun penguasa tersebut adalah fasik lagi zholim”  (Syarh Muslim, 12: 229).

Kedua: Demonstrasi adalah bentuk tidak taat pada penguasa, padahal taat kepada penguasa itu wajib meskipun ia zholim dan fasik. Jikalau penguasa menaikkan BBM dan itu menyengsarakan rakyat banyak, maka kita tetap wajib taat pada mereka karena ada kemaslahatan yang besar di balik ketaatan tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّةٌ لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ ». قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ « تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ ».

“Nanti setelah aku akan ada seorang pemimpin yang tidak mendapat petunjukku (dalam ilmu, pen) dan tidak pula melaksanakan sunnahku (dalam amal, pen). Nanti akan ada di tengah-tengah mereka orang-orang yang hatinya adalah hati setan, namun jasadnya adalah jasad manusia.“ Aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku lakukan jika aku menemui zaman seperti itu?” Beliau bersabda, ”Dengarlah dan ta’at kepada pemimpinmu, walaupun mereka menyiksa punggungmu dan mengambil hartamu. Tetaplah mendengar dan ta’at kepada mereka” (HR. Muslim no. 1847).

Dalam Minhajus Sunnah, Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan mengenai hadits di atas,

فتبين أن الإمام الذي يطاع هو من كان له سلطان سواء كان عادلا أو ظالما

“Jelaslah dari hadits tersebut, penguasa yang wajib ditaati adalah yang memiliki sulthon (kekuasaan), baik penguasa tersebut adalah penguasa yang baik atau pun zholim”

Jika ada yang membantah bahwa karena penguasa berbuat zholim, maka harus dibalas pula dengan kezholiman atau kekerasan. Dalil dukungan dalam syubhat ini adalah firman Allah Ta’ala,

فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ

“Barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu”  (QS. Al Baqarah: 194).

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa” (QS. Asy Syura: 40). Syubhat ini kata Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani –ulama di masa silam dari negeri Yaman- bisa dibantah dengan kita mengatakan bahwa dua ayat ini bersifat umum dan dikhususkan dengan dalil yang menyatakan tetap harus taat kepada penguasa meskipun ia fasik dan zholim. Jadi, menurut Asy Syaukani, kaedah membalas kezholiman dengan kezholiman tidaklah  berlaku untuk penguasa karena mengingat maslahat yang besar jika tetap mentaati mereka.

Walau disampaikan nasehat seperti ini dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu taat kepada penguasa yang zholim, mahasiswa tetap saja tidak mau bersabar. Tetap brutal dan membuat keonaran dalam demonstrasi. Padahal jika mau bersabar dan taat pada mereka ketika dizholimi, maka pasti ada kebaikan di balik itu semua.

Ibnu Abil Izz rahimahullah berkata, “Hukum mentaati pemimpin adalah wajib, walaupun mereka berbuat zholim (kepada kita). Jika kita keluar dari mentaati mereka maka akan timbul kerusakan yang lebih besar dari kezholiman yang mereka perbuat. Bahkan bersabar terhadap kezholiman mereka dapat melebur dosa-dosa dan akan melipat gandakan pahala. Allah Ta’ala tidak menjadikan mereka berbuat zholim selain disebabkan karena kerusakan yang ada pada diri kita juga. Ingatlah, yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan (al jaza’ min jinsil ‘amal). Oleh karena itu, hendaklah kita bersungguh-sungguh dalam istigfar dan taubat serta berusaha mengoreksi amalan kita” (Syarh Aqidah Ath Thohawiyah, hal. 381).

Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Mendengar dan mentaati penguasa kaum muslimin mengandung maslahat dunia, mudahnya urusan hamba, dan bisa menolong hamba dalam mentaati Allah” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2: 117).

Ketiga: Demonstrasi bukanlah jalan satu-satunya untuk mengajukan aspirasi kepada penguasa. Tidak baik jika ada seribu cara untuk meraih maslahat, namun yang dipilih adalah cara yang mengandung kerusakan. Dalam hadits disebutkan,

ثَلاَثٌ لاَ يُغَلُّ عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ إِخْلاَصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَمُنَاصَحَةُ أَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومِ جَمَاعَتِهِمْ فَإِنَّ الدَّعْوَةَ تُحِيطُ مِنْ وَرَائِهِمْ

“Ada tiga hal yang hati seorang muslim tidak menjadi dengki karenanya: ikhlas beramal hanya untuk Allah, memberi nasehat kepada para penguasa, dan tetap bersama jama’ah karena doa (mereka) meliputi dari belakang mereka” (HR. Tirmidzi no. 2658 dan Ahmad 3: 225. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Namun bagaimanakah cara menasehati penguasa yang dimaksud? Tentu saja dengan cara yang tidak menimbulkan kerusakan. Jika kezholiman penguasa dibalas dengan kerusakan pula, maka ini tentu tidak dibenarkan dalam Islam. Karena kaedah para ulama yang telah masyhur,

الضرر لا يزال بضرر

“Kerusakan tidak boleh dihilangkan dengan kerusakan pula”.

Keempat: Cara mengajukan aspirasi kepada penguasa adalah dengan empat mata, bukan di depan khalayak ramai dan bukan dengan menyebarkan ‘aib penguasa di hadapan rakyat atau media. Hal ini jelas berbeda dengan yang ditempuh dalam demonstrasi. Kadang para demonstran mempunyai sifat pengecut karena hanya berani jika dengan orang banyak dan tidak berani jika hanya sendirian.

Dari ‘Iyadh, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلاَ يُبْدِ لَهُ عَلاَنِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوَ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِى عَلَيْهِ لَهُ

“Barangsiapa yang hendak menasihati pemerintah dengan suatu perkara maka janganlah ia tampakkan di khalayak ramai. Akan tetapi hendaklah ia mengambil tangan penguasa (raja) dengan empat mata. Jika ia menerima maka itu (yang diinginkan) dan kalau tidak, maka sungguh ia telah menyampaikan nasihat kepadanya. Dosa bagi dia dan pahala baginya (orang yang menasihati)” (HR. Ahmad 3: 403. Syaikh Syu’aib Al Arnauht mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lain).

Cobalah lihat bagaimanakah nasehat para salaf dalam menyampaikan nasehat pada penguasa.

Ahmad meriwayatkan dalam Al-Musnad dari Sa’id bin Jumhan bahwa ia berkata, “Aku pernah bertemu Abdullah bin Abi Aufa. Aku pun mengadu, ‘Sesungguhnya penguasa benar-benar telah berbuat zhalim kepada rakyat!’ Kemudian dia memegang tanganku dan menggenggamnya dengan kuat. Katanya, ‘Celaka kamu Ibnu Jumhan! Kamu harus selalu berada dalam sawad a’zham (jama’ah). Kamu harus selalu berada dalam sawad a’zham (jama’ah). Jika penguasa mau mendengarmu, datangilah di rumahnya, lalu beritahu dia apa yang kamu ketahui. Jika dia mau menerima nasehat darimu, itulah yang diinginkan. Jika tidak mau, kamu bukanlah orang yang lebih tahu.’”

Termasuk cara yang keliru pula adalah mengingkari penguasa di hadapan orang banyak lewat majelis-majelis, ketika menyampaikan nasehat, khutbah, atau pelajaran, dan sebagainya, sementara penguasa tersebut tidak bersama kita. Yang kedua ini adalah termasuk ghibah (menggunjing penguasa saat ia tidak di bersama kita). Sebagaimana seorang rakyat jelata tidak boleh dighibahi, maka begitu pula penguasa. Allah Ta’ala berfirman menunjukkan haramnya ghibah,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujurat: 12).

Mengenai haramnya ghibah disebutkan pula dalam hadits berikut,

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ ». قَالُوا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ « ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ ». قِيلَ أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِى أَخِى مَا أَقُولُ قَالَ « إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya ucapkan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu tentang dirinya, maka berarti kamu telah mengghibahnya (menggunjingnya). Namun apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah menfitnahnya (menuduh tanpa bukti)” (HR. Muslim no. 2589).

Sebagian orang suka menggunjing penguasa. Jika dijelaskan bahwa hal itu tidak boleh, biasanya berdalil dengan hadits dari Abu Sa’id Al Khudri bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

“Sesungguhnya salah satu jihad yang paling afdhol adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zhalim” (HR. Abu Daud no. 4344, An Nasai no. 4209, dan Tirmidzi no. 2174. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).   Ia akan mengatakan bahwa yang diucapkannya itu adalah kebenaran!

Jawabnya, bukan haditsnya yang salah, tetapi orang yang memahaminya. Pertama, dalam hadits ini disebutkan “di hadapan”, artinya di depan penguasa dan ketika bersamanya, bukan ketika tidak bersama penguasa. Kedua, hadits ini tidak menunjukkan supaya mengingkari penguasa dengan cara terang-terangan atau dengan cara mengghibahnya. Hadits ini menjadi jelas jika dipahami bersama hadits ‘Iyadh yang menyebutkan adanya tuntutan menyampaikan nasehat dengan cara sembunyi-sembunyi.
Penutup

Kami yakin kalau Pak SBY, menteri-menterinya beserta seluruh staf dan jajaran yang ada di bawahnya sudah berfikir matang-matang tentang maslahat dan mudharat sebelum menaikkan harga BBM. Tentu saja, itu bukan untuk kepentingan mereka. Jika saja ini untuk kepentingan mereka, mengapa sampai rela didemo dan mungkin saja popularitasnya turun? Dan kami berpikir, tidak mungkin Pak SBY tega menyengsarakan rakyatnya sendiri.

Solusi utama untuk menghadapi kenaikan BBM ini adalah husnuzhon dengan keputusan Presiden dan bersabar. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ عَلَيْهِ ، فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ ، إِلاَّ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

“Barangsiapa melihat sesuatu pada pemimpinnya sesuatu yang tidak ia sukai, maka bersabarlah. Karena barangsiapa yang melepaskan diri satu jengkal saja dari jama’ah, maka ia mati seperti matinya jahiliyah (artinya: ia mati dalam keadaan jelek dan bukan mati kafir, pen)” (HR. Bukhari no. 7054 dan Muslim no. 1849).

Dan bersabar tidaklah ada batasnya. Jika kita tidak bersabar terhadap keputusan penguasa, kita akan kehilangan pahala besar berupa surga bagi orang yang mau bersabar. Ingatlah janji Allah,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga)” (QS. Az Zumar: 10). Al Auza’i mengatakan bahwa ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang. Ibnu Juraij mengatakan bahwa pahala bagi orang yang bersabar tidak bisa dihitung sama sekali, akan tetapi ia akan diberi tambahan dari itu. Maksudnya, pahala mereka tak terhingga. Sedangkan As Sudi mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar adalah surga (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7: 89).

Dan kami yakin di balik kesulitan ini, ada kemudahan yang akan segera dan segera menghampiri negeri kita.

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Alam Nasyroh: 5).

Ayat ini pun diulang setelah itu,

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Alam Nasyroh: 6).

Sebenarnya mahasiswa itu membela siapa ya?

Aksi demo dengan kekerasan telah mengganggu ketertiban masyarakat. Masyarakat menjadi takut keluar rumah karena ada demo mahasiswa. Padahal mahasiswa juga ikut rugi, ada yang terluka dan bolos kuliah.

Tidak ada yang mau berpikir tentang kerusakan dari demonstrasi itu sendiri …

Cobalah mengambil pelajaran dari negara-negara lain yang awalnya dari demo, namun terjadilah kerusakan yang berkepanjangan dan menyusahkan banyak orang.

فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ

“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang cerdas” (QS. Al Hasyr: 2).

Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.



@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 7 Jumadal Ula 1433 H

www.rumaysho.com


Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/2349-kerusakan-demonstrasi.html
A
Share:

Jumat, 30 November 2018

DEMONSTRASI, SOLUSI ATAU POLUSI ?

Hasil gambar untuk demonstrasi karikaturOleh : Syaikh Su’aiyyid bin Hulaiyyil Al-Umar

Segala puji bagi Allah yang telah mengutus rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, untuk memenangkannya diatas segenap agama, dan cukuplah Allah sebagai saksi.

Semoga shalawat serta salam atas Nabi kita Muhammad, pengemban ajaran yang bersih dan murni, demikian juga atas keluarga, para sahabat dan pengikutnya, serta siapa saja yang meneladani dan berpedoman pada ajaran beliau sampai hari kiamat nanti. Amma ba’du.

Di dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan kita agar menetapi jalan petunjuk yang lurus dengan firman-Nya.

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalaj jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalannya, yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa” [al-An’am/6 : 153]

Allah melarang kita menyelisihi ajaran Nabi-Nya dengan firmanNya.

فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” [an-Nur/24 : 63]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kita melalui sabdanya.

“Artinya : Sungguh, siapa saja diantara kalian yang hidup setelahku, pasti akan menjumpai perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Al-Khulafa ar-Rasyidin yang telah diberi petunjuk sepeninggalku” [HR Tirmidzi dan Abu Dawud, shahih]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari jalur Aisyah bahwa siapa saja yang mencari-cari perkataan (dalil) yang samar, pasti dia akan tergelincir, yaitu ketika beliau bersabda.

“Artinya : Jika kalian, melihat orang-orang yang mencari-cari dalil-dalil yang samar, maka merekalah orang-orang telah disebut oleh Allah, sehingga hendaklah kalian berhati-hati dari mereka”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan dengan keras dari ulama yang mengajak kepada kesesatan dalam sabdanya.

“Artinya : Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu (agama) dari manusia sekaligus, akan tetapi Allah mencabut ilmu (agama) dengan cara mewafatkan para ulama, sampai tidak tersisa seorang ulama-pun, sehingga manusia akan mengangkat para pemimpin yang bodoh (dalam ilmu agama). Ketika para pemimpin yang bodoh tersebut ditanya, maka mereka akan berfatwa tanpa dasar ilmu, sehingga mereka sesat dan menyesatkan”.

Pada lafadz Bukhari :

“ Maka mereka berfatwa sesuai dengan akal pikiran mereka”

Betapa banyak orang-orang seperti ini di zaman kita, suatu zaman yang segala urusan di dalamnya bercampur aduk serta samar-samar bagi orang yang ilmunya sedikit, sehingga mereka mengikuti hawa nafsu mayoritas manusia, baik dalam kebenaran maupun kebatilan, kemudian takut mengungkapkan kebenaran, karena menyelisihi pendapat masyarakat umum dan mereka lebih memilih mayoritas manusia, terlebih lagi di zaman yang kacau dan serba global ini, komunikasi begitu mudah dan cepat, maka muncullah slogan-slogan heboh : demokrasi, liberal, hak-hak wanita, hak azasi manusia (HAM), persamaan gender dan yang semisalnya.

Ini semua diterima oleh orang-orang yang hatinya menyimpang atau yang telah dididik oleh barat, kemudian di tulis di koran-koran dan disebarkan melalui media masa, gaungnya begitu kuat, sehingga disangka oleh masyarakat, bahwa itu semua merupakan suatu kebenaran, padahal ini merupakan kebatilan yang paling buruk.

Di antara slogan bodoh muncul adalah demonstrasi, pencetusnya adalah orang-orang kafir, mereka roang-orang yang tidak menghiraukan dalil dan tidak menggunakan akal. Kemudian penyakit ini berpindah ke negeri-negeri kaum muslimin melalui didikan barat.

Kita mengetahui bahwa api fitnah, bid’ah dan slogan menyialaukan muncul di saat jumlah para ulama sedikit, dan akan padam kobarannya ketika para ulama masih banyak.

Sungguh Allah telah menjaga negeri Al-Haramain (Mekkah dan Madinah) dari berbagai fitnah dan kejahatan yang besar serta bid’ah, berkat anugrah Allah, kemudian karena adanya kumpulan para ulama rabbaniyyin yang tidak takut celaan manusia ketika membela agama Allah, setiap kali tanduk bid’ah muncul, maka mereka segera menumpasnya, begitupula setiap kali leher ahlul bid’ah terangkat, maka mereka segera menundukkannya dengan ilmu syari’at, penjelasan ilahi, sunnah Nabi dan atsar para Salaf.

Sama sekali, saya tidak menyangka akan muncul generasi Al-Haramain yang mengajak kepada slogan jahiliyyah ini, sampai akhirnya benar-benar muncul. Dan kita yakin, bahwa mereka terpengaruh oleh orang-orang luar, atau mereka berfatwa tanpa dasar ilmu. Maka ada yang bertanya : Apa hukum demonstrasi-demonstrasi ini ?

Jawab.
Demonstrasi adalah bid’ah ditinjau dari berbagai sudut pandang.

Pertama.
Demonstrasi ini digunakan untuk menolong agama Allah, dan meninggikan derajat kaum muslimin, lebih-lebih di negeri-negeri Islam.

Dengan demikian, menurut pelakunya, demonstrasi merupakan ibadah, bagian dari jihad. Sedangkan kita telah memahami, bahwa hukum asal ibadah adalah terlarang, kecuali jika ada dalil yang memerintahkannya.

Dari sudut pandang ini, demonstrasi merupakan bid’ah dan perkara yang diada-adakan di dalam agama. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Siapa saja yang membuat ajaran baru dalam agama ini dan bukan termasuk bagian darinya maka akan tertolak” [HR Muttafaqun Alaih]

Diriwayatkan oleh Muslim dan Bukhari secara mu’allaq.

“Artinya : Siapa saja yang melakukan suatu amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan tersebut tertolak”.

Kedua.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terkena fitnah dan ujian para sahabat sepeninggal beliau juga demikian, seperti peperangan dengan orang-orang murtad, tidak ketinggalan pula umat beliau selama berabad-abad juga diuji. Akan tetapi mereka semua tidak demonstrasi. Jika demonstrasi itu baik, tentunya mereka akan mendahului kita untuk melakukannya.

Ketiga
Sebagian orang menisbatkan demonstrasi kepada Umar bin Al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, dan ini sama sekali tidak benar, karena keshahihan riwayatnya tidak diakui oleh para ulama. Maka penisbatan demonstrasi kepada Umar merupakan kedustaan atas nama beliau sang pembeda (Al-Faruq) Radhiyallahu ‘anhu yang masuk Islam terang-terangan dan berhijrah di siang bolong.

Keempat
Di dalam demonstrasi ada tasyabbuh (penyerupaan) dengan orang-orang kafir, padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Siapa saja yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka” [HR Abu Dawud dengan sanad yang hasan]

Hal ini dikarenakan demonstrasi tidak dikenal dalam sejarah kaum muslimin kecuali setelah mereka bercampur baur dengan orang-orang kafir.

Kelima
Demonstrasi secara umum tidak akan bisa digunakan untuk membela kebenaran dan tidak akan bisa digunakan untuk mengugurkan kebatilan. Terbukti, seluruh dunia demonstrasi untuk menghentikan kebengisan Yahudi di Palestina, apakah kebiadaban Yahudi berhenti? Atau apakah kejahatan mereka semakim menjadi-jadi karena melihat permohonan tolong orang-orang lemah ?!!

Jika ada orang yang mengatakan : Demonstrasi merupakan perwujudan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Maka kita katakan : Kemungkaran tidak boleh diingkari dengan kemungkaran yang semisalnya. Karena kemungkaran tidak akan diingkari kecuali oleh orang yang bisa membedakan antara kebenaran dan kebatilan, sehingga dia akan mengingkari kemungkaran tersebut atas dasar ilmu dan pengetahuan. Tidak mungkin kemungkaran bisa diingkari dengan cara seperti ini.

Keenam.
Termasuk misi rahasia sekaligus segi negative demonstrasi adalah, bahwa demonstrasi merupakan alat dan penyebab habisnya semangat rakyat, karena ketika mereka keluar, berteriak-teriak dan berkeliling di jalanan, maka mereka kembali ke rumah-rumah mereka dengan semangat yang telah sirna serta kecapaian yang luar biasa.

Padahal, yang wajib bagi mereka adalah menggunakan semangat tersebut untuk taat kepada Allah, mempelajari ilmu yang bermanfaat, berdo’a dan mempersiapkan diri untuk menghadapi musuh, sebagai bentuk pengamalan firman Allah.

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لَا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تُظْلَمُونَ

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya ; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)” [al-Anfaal/8 : 60]

Ketujuh
Di dalam demonstrasi tersimpan kemungkaran yang begitu banyak, seperti keluarnya wanita (ikut serta demonstrasi, padahal seharusnya dilindungi di dalam rumah, bukan dijadikan umpan,-pent), demikian juga anak-anak kecil, serta adanya ikhtilath, bersentuhannya kulit dengan kulit, berdua-duan antara laki-laki dan perempuan, ditambah lagi hiasan berupa celaan, umpatan keji, omongan yang tidak beradab ? Ini semua menunjukkan keharaman demonstrasi.

Kedelapan
Islam memberikan prinsip, bahwa segala sesuatu yang kerusakannya lebih banyak dari kebaikannya, maka dihukumi haram.

Mungkin saja demonstrasi berdampak pada turunnya harga barang-barang dagangan, akan tetapi kerusakannya lebih banyak dari kemaslahatannya, lebih-lebih jika berkedok agama dan membela tempat-tempat suci.

Kesembilan
Demonstrasi, terkandung di dalamnya kemurkaan Allah dan juga merupakan protes terhadap takdir, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan menguji mereka. Jika mereka ridho, maka mereka akan diridhoi oleh Allah. Jika mereka marah, maka Allah juga marah kepada mereka”.

Sebelum perang Badr Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beristighatsah (memohon pertolongan di waktu genting,-pent) kepada Allah.

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ

“(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu :Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut” [al-Anfaal/8 : 9]

Beliau juga merendahkan diri kepadaNya sampai selendang beliau terjatuh, Beliau memerintahkan para sahabat untuk bersabar menghadapi siksaan kaum musyrikin. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya sama sekali tidak pernah mengajak demonstrasi padahal keamanan mereka digoncang, mereka disiksa dan didzalimi. Maka, demonstrasi bertentangan dengan ajaran kesabaran yang diperintahkan oleh Allah ketika menghadapi kedzaliman para penguasa, dan ketika terjadi tragedi dan musibah.

Kesepuluh
Demonstrasi merupakan kunci yang akan menyeret pelakunya untuk memberontak terhadap para penguasa, padahal kita dilarang melakukan pemberontakan dengan cara tidak membangkang kepada mereka.

Betapa banyak demonstrasi yang mengantarkan suatu negara dalam kehancuran, sehingga timbullah pertumpahan darah, perampasan kehormatan dan harta benda serta tersebarlah kerusakan yang begitu luas.

Kesebelas.
Demonstasi menjadikan orang-orang dungu, wanita dan orang-orang yang tidak berkompeten bisa berpendapat, sehingga mungkin tuntutan mereka dipenuhi meskipun merugikan mayoritas masyarakat, sehingga dalam perkara yang besar dan berdampak luas orang-orang yang bukan ahlinya ikut berbicara.

Bahkan orang-orang dungu, jahat dan kaum wanita merekalah yang banyak mengobarkan demonstrasi, dan mereka yang mengontak dan memprovokasi massa (!)

Kedua belas.
Para pengobar demonstrasi senang terhadap siapa saja yang berdemo dengan mereka, walaupun dia seorang pencela sahabat Nabi, tukang ngalap berkah dari kuburan-kuburan bahkan sampaipun orang-orang musyrik, sehingga akan anda dapati seorang yang berdemo dengan mengangkat Al-Qur’an, disampingnya mengangkat salib (Nasrani), yang lain membawa bintang Dawud (Yahudi), dengan demikian maka demonstrasi merupakan lahan bagi setiap orang yang menyimpang, kafir dan ahli bid’ah.

Ketiga belas
Hakikat para demonstran adalah orang-orang yang hidup di dunia menebarkan kerusakan, mereka membunuh, merampas, membakar, mendzalimi jiwa dan harta benda. Sampai-sampai ada seorang pencuri menyatakan : Sesungguhnya kami gembira jika banyak demonstrasi, karena hasil curian dan rampasan menjadi banyak bersamaan dengan berjalannya para demonstran (!).

Kempat belas
Para pendemo hakekatnya, mengantarkan jiwa mereka menuju pembunuhan dan siksaan, berdasarkan firmanNya.

وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” [an-Nisaa/4 : 29]

Karena pasti akan terjadi bentrokan antara para demosntran dan petugas keamanan, sehingga mereka akan disakiti dan dihina, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.

“Artinya : Seorang mukmin tidak boleh menghinakan dirinya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya : Bagaimana seorang mukmin menghinakan dirinya ? Beliau menjelaskan : (yakni) dia menanggung bencana diluar batas kemampuannya” [HR Turmudzi, hasan]

Sebagai penutup, saya memohon kepada Allah agar menampakkan kepada kita, yang benar itu benar, dan memudahkan kita untuk mengikutinya. Demikian juga, semoga Allah melindungi kita dari fitnah yang nampak maupun yang tersembunyi, serta mengampuni dosa-dosa kita, kedua orang tua dan para ulama kita. Tidak lupa pula semoga Allah memberikan taufiqNya kepada para penguasa muslim agar mereka memberikan yang terbaik bagi negeri dan rakyat mereka, dan lebih dari itu semoga Allah menolong para penguasa muslim tersebut untuk berhukum dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya. Amin. Semoga Allah memberikan shalawat dan salamNya kepada Nabi kita Muhammad, beserta keluarganya.

[Majalah Al-Asholah edisi-38 halaman 76-80. Diterjemahkan Imam Wahyudi Lc]

[Disalin dari majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyyah Vol 5 No. 5 Edisi 29-Rabiuts Tsani 1428H, Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad As-Salafy Surabaya. Jl.Sidotopo Kidul No. 51 Surabaya]

Read more https://almanhaj.or.id/2141-demonstrasi-solusi-atau-polusi.html

Share:

RADIO DAKWAH

LISTEN QURAN

Listen to Quran

Clock


Blog Archive